Senin, 04 Mei 2009

Pandangan Awam mengenai Anak Berkebutuhan Khusus


Tidak ada satu anak manusia yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sama antara yang satu dengan lainnya. Tidak ada satu anak manusia yang tidak memiliki kekurangan. Tidak ada satu anak manusia yang ingin dilahirkan ke dunia ini dengan menyandang kelainan atau memiliki kecacatan. Demikian juga tidak akan ada seorang ibu yang menghendaki kelahiran anaknya menyandang kecacatan. Oleh sebab itu, sejak kelahirannya ke dunia, anak cacat atau dikenal dengan anak berkebutuhan khusus (ABK) sudah tidak dikehendaki oleh kedua orang tuanya. Konsekuensi logis bila ABK akan menghadapi banyak tantangan dari lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan pendidikan.

Kelahiran seorang ABK tidak mengenal apakah mereka dari keluarga kaya, keluarga berpendidikan, keluarga miskin, keluarga yang taat beragama atau tidak. Bila Tuhan menghendaki keluarga itu dititipi seorang ABK maka kemungkinan semua itu bisa terjadi. Akan tetapi Tuhan melihat dan menghargai manusia tidak dari kecacatannya secara fisik, mental atau sosial. Tuhan melihat manusia dari ketakwaan kepada-Nya.

Dititipkannya ABK pada satu keluarga bukan berarti keluarga tersebut mendapat kutukan, tetapi dititipkannya ABK pada satu keluarga karena Tuhan menguji atau memberi kesempatan pada keluarga tersebut untuk berbuat yang terbaik pada anaknya. Sebagai manusia, ABK memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang di tengah-tengah keluarga, masyarakat, dan bangsa. ABK memilki hak untuk sekolah sama seperti saudara lainnya yang tidak memiliki kelainan atau normal.

Tidak ada satu alasan bagi Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Dasar (SD) umum dimanapun adanya, melarang ABK untuk masuk ke sekolah tersebut. Bersama Guru Pembimbing Khusus yang telah memiliki pengetahuan dan keterampilan PLB, sekolah dapat merancang pelayanan PLB bagi anak tersebut yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak. Apakah anak tersebut membutuhkan kelas khusus, program khusus dan/atau layanan khusus tergantung dari tingkat kemampuan dan kondisi kecacatan anak.

Semakin dini ABK diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan anak seusianya, semakin kuat mental ABK menghadapi tantangan yang ada di lingkungan tempatnya berada. Ia juga akan jauh lebih berkembang bila dibandingkan dengan mereka yang diasingkan dan tidak disekolahkan. Semakin dini mendapatkan layanan pendidikan, semakin baik hasil yang diperoleh. Sesuai dengan pengalaman, keuntungan PLB di lingkungan sekolah biasa ini tidak hanya diperoleh ABK saja melainkan akan dialami oleh anak-anak normal lainnya.

Banyak orang awam berpandangan yang salah tentang pendidikan bagi ABK. Seolah-olah PLB hanya ada di SLB. Kencenderungan orang-orang yang pengetahuan mengenai ABKnya masih kurang bila menemukan anak yang menyandang kelainan atau ABK, mereka langsung menyuruh untuk masuk ke Sekolah Luar Biasa (SLB). Hal ini tidaklah benar, sebab SLB bukan habitatnya. Habitat ABK sama dengan habitat anak pada umumnya yang normal. Ia berada di lingkungan SLB bila di Sekolah Biasa sudah tidak dapat menangani pendidikannya atau memang kehendak dan hak dari anak itu sendiri.

Pandangan lain yang salah dari sebagian besar orang umum yaitu seolah-olah PLB hanya bisa diberikan di SLB atau seolah-olah PLB itu sama dan identik dengan SLB. Hal tersebut tentu saja tidak benar, sebab pelayanan PLB bisa diberikan di sekolah biasa dengan pembelajaran yang di adaptifkan pada anak berdasarkan kelainan dan karakteristiknya oleh guru biasa. Karena itu, informasi tentang Pembelajaran adaptif bagi ABK perlu juga bagi Guru biasa, sehingga bila ABK datang ke sekolah biasa dapat diberikan pelayanan PLB.

Sumber : Fitri Nurjana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar